Syamsul Arifin ; Guru besar UMM, Pengurus Majelis
MENYAMBUTmilad akbar seabad Muhammadiyah, temu ilmiah bertajuk International Research Conference on Muhammadiyah (ICRM) diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) sejak 29 November sampai 2 Desember 2012 besok. Jika dibanding kegiatan yg dilaksanakan secara serentak pd 18 November lalu, misalnya di Gelora Bung Karno, konferensi internasional ni jauh dari gebyar seremoni.
Di tengah euforia melintas ke abad kedua, Muhammadiyah dihadapkan pd berbagai permasalahan internal dan eksternal yg berpotensi mengganggu dinamika. Karena itu, paparan peneliti Muhammadiyah, baik dari luar Muhammadiyah (outsider) maupun kalangan dlm sendiri (insider), perlu dijadikan sumber rujukan mutakhir untk evaluasi abad pertama.
Melalui kerangkaMuhammadiyah studies(menurut istilah Ahmad Najib Burhani), Muhammadiyah telah memperoleh apresiasi, kritik, serta harapan dari sejumlah peneliti. Tiga jenis sikap keilmuan itu terartikulasikan secara objektif dlm konferensi. Peneliti Muhammadiyah dari Jepang yg sekaligus ketua pengarah konferensi, Mitsuo Nakamura, mengapresiasi Muhammadiyah sebagai gerakan berbasis keagamaan (Islam) tapi kemanfaatannya dirasakan komunitas lintas agama (komunitas di luar Islam).
Penulis bukuThe Crescent Arises over the Banyan Tree(ISEAS, Singapore, 2012) itu menyebutkan, dgn daya tahan yg dimiliki, Muhammadiyah memiliki banyak kesempatan mengembangbiakkan berbagai unit amal usaha seperti pendidikan, kesehatan, serta filantropi. Tapi, peningkatan statistik pd sisi amal usaha jg disertai bersemainya benih-benih permasalahan. Muhammadiyah terkesan mengalami stagnasi jika dibanding gerakan keagamaan yg lebih baru.
Selain itu, Mitsuo Nakamura galau terhadap polaritas pemikiran di kalangan Muhammadiyah, terutama antara kubu Salafi yg cenderung konservatifvis-Ã -viskubu moderat dan liberal. Muhammadiyah memang tak tahan dari infiltrasi ideologi lain. Dengan mengangkat isu infiltrasi, Mitsuo ingin mengungkap suatu fenomena penting bahwa dlm Muhammadiyah telah terjadi perubahan (change) identitas.
Perubahan itulah yg dipotret Pradana Boy, kandidat doktor National University of Singapore, yg jg intelektual muda Muhammadiyah. Dalam makalahnya yg bertajukAnother Face of Puritan Islam: Muhammadiyah and Radicalism among Youth, dia menelisik keterkaitan antara Muhammadiyah dan kelompok Islam radikal. Boy mungkin bisa membuat banyak orang kaget karena mengatakan bahwa beberapa pelaku teror di Bali mengenyam pendidikan yg berafiliasi kepada Muhammadiyah. Secara spesifik, dia menyebut Amrozi dan Ali Imron sebagai contoh. Kakak beradik itu disebut bisa masuk jaringan gerakan Islam radikal karena pd diri mereka telah terbentuk paham radikal ketika mengenyam pendidikan di Muhammadiyah.
Temuan penelitian Pradana Boy, tampaknya, mengukuhkan pengamatan Mitsuo Nakamura dan M.C. Ricklefs dari Australian National University (ANU), Australia, yg jg narasumber konferensi. Ricklefs menemukan fenomena infiltrasi dari paham dan ideologi radikal, sehingga wajah Muhammadiyah jg memperlihatkan guratan radikalisme selain guratan dominan reformisme dan moderatisme.
Alhasil, jika merujuk pd Mitsuo Nakamura, Pradana Boy, dan M.C. Ricklefs, Muhammadiyah selama rentang waktu seabad pertama telah mengalami perubahan (change). Tapi, tak semua narasumber senada dgn hasil pengamatan tiga pakar itu. Misalnya, narasumber lain seperti James Peacock (University of North Carolina, AS) dan Robin Bush (Asian Research Institute, NUS, Singapore). Peacock yg menulis makalah1970 to 2010: Continuities and Changemengakui adanya perubahan pd Muhammadiyah. Namun, perubahan yg dilihat Peacock tak berakibat pd terjadinya pergeseran secara radikal yg dpt menggerus watak Muhammadiyah sebagai representasi Islam moderat plus reformis.
Perubahan yg terekam oleh Peacock justru kian memperkuat watak tersebut. James Peacock merekam aktivitas Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin yg terlibat secara aktif dlm berbagai foruminterfaithdaninter-civilization dialogueyang berskala internasional. Bahkan, Din secara periodik menggelarWorld Peace Forumseperti yg dilaksanakan di Bogor beberapa hari lalu. Aktivitas yg ditampilkan Din jarang dilakukan tokoh puncak Muhammadiyah pd periode sebelumnya.
Jadi, bisa dikatakan, aktivitas Din merupakan perubahan yg tetap berkesinambungan (change and continuity) dgn watak Muhammadiyah. Dikatakan sebagai fenomena perubahan karena isu seputar dialog antar-iman dan peradaban jarang disebut serta diterjemahkan ke aktivitas yg riil. Sementara itu, aspek kesinambungannya (continuity), keterlibatan pd isu tersebut tak lebih merupakan kelanjutan belaka watak moderat dan reformis Muhammadiyah yg menuntut bersikap inklusif terhadap kelompok lain yg bahkan berbeda agama sekalipun.
Kenyataan itulah yg ingin dipertegas Robin Bush melalui paper yg berjudulA Snapshot of Muhammadiyah: Portrait of Social Change, Values and Identity. Menurut Robin, pd Muhammadiyah, sebagaimana terlihat pd perilaku pengikutnya, tetap melekat sikap kebajikan (virtues) seperti terbuka, demokratis, toleran terhadap perbedaan, serta mendukung aksi kesetaraan sosial (social equity). Dengan kebajikan itulah, banyak kalangan dari luar Muhammadiyah, bahkan yg berbeda agama, yg merasa nyaman dan aman berinteraksi dgn Muhammadiyah.
Penelitian oleh Abdul Mu'thi dan Izza Rohman yg disajikan dlm konferensi membuktikan hal tersebut. Melalui penelitian yg mendalam di Kupang, Mu'thi dan Izza menemukan kategori baru dlm Muhammadiyah, yakniKristen-Muhammadiyah(Krismuha). Kategori itu didasarkan pd fenomena banyaknya mahasiswa berlatar belakang Kristen yg kuliah di Universitas Muhammadiyah Kupang.
Memang, beragam cara pandang hasil kajian terhadap Muhammadiyah dibentangkan para narasumber dari luar negeri dan dlm negeri. Namun, suatu hal penting adlh melanjutkan apa yg disebut Christian Harijanto, narasumber dari Curtin University, Perth, Australia, denganthe reforms projectsatau proyek pembaruan. Denyut pembaruan harus dijaga agar Muhammadiyah tetap eksis dan terus berdedikasi melayani umat dari berbagai kalangan. Tanpa reformasi, gerak Muhammadiyah dlm memasuki abad kedua akan melambat.
Retrieved from: http://budisansblog.blogspot.com/2012/12/menjaga-pembaruan-melintas-abad.html?spref=fb
Penelitian dan Pengembangan PP Muhammadiyah
JAWA POS, 01 Desember 2012
Di tengah euforia melintas ke abad kedua, Muhammadiyah dihadapkan pd berbagai permasalahan internal dan eksternal yg berpotensi mengganggu dinamika. Karena itu, paparan peneliti Muhammadiyah, baik dari luar Muhammadiyah (outsider) maupun kalangan dlm sendiri (insider), perlu dijadikan sumber rujukan mutakhir untk evaluasi abad pertama.
Melalui kerangkaMuhammadiyah studies(menurut istilah Ahmad Najib Burhani), Muhammadiyah telah memperoleh apresiasi, kritik, serta harapan dari sejumlah peneliti. Tiga jenis sikap keilmuan itu terartikulasikan secara objektif dlm konferensi. Peneliti Muhammadiyah dari Jepang yg sekaligus ketua pengarah konferensi, Mitsuo Nakamura, mengapresiasi Muhammadiyah sebagai gerakan berbasis keagamaan (Islam) tapi kemanfaatannya dirasakan komunitas lintas agama (komunitas di luar Islam).
Penulis bukuThe Crescent Arises over the Banyan Tree(ISEAS, Singapore, 2012) itu menyebutkan, dgn daya tahan yg dimiliki, Muhammadiyah memiliki banyak kesempatan mengembangbiakkan berbagai unit amal usaha seperti pendidikan, kesehatan, serta filantropi. Tapi, peningkatan statistik pd sisi amal usaha jg disertai bersemainya benih-benih permasalahan. Muhammadiyah terkesan mengalami stagnasi jika dibanding gerakan keagamaan yg lebih baru.
Selain itu, Mitsuo Nakamura galau terhadap polaritas pemikiran di kalangan Muhammadiyah, terutama antara kubu Salafi yg cenderung konservatifvis-Ã -viskubu moderat dan liberal. Muhammadiyah memang tak tahan dari infiltrasi ideologi lain. Dengan mengangkat isu infiltrasi, Mitsuo ingin mengungkap suatu fenomena penting bahwa dlm Muhammadiyah telah terjadi perubahan (change) identitas.
Perubahan itulah yg dipotret Pradana Boy, kandidat doktor National University of Singapore, yg jg intelektual muda Muhammadiyah. Dalam makalahnya yg bertajukAnother Face of Puritan Islam: Muhammadiyah and Radicalism among Youth, dia menelisik keterkaitan antara Muhammadiyah dan kelompok Islam radikal. Boy mungkin bisa membuat banyak orang kaget karena mengatakan bahwa beberapa pelaku teror di Bali mengenyam pendidikan yg berafiliasi kepada Muhammadiyah. Secara spesifik, dia menyebut Amrozi dan Ali Imron sebagai contoh. Kakak beradik itu disebut bisa masuk jaringan gerakan Islam radikal karena pd diri mereka telah terbentuk paham radikal ketika mengenyam pendidikan di Muhammadiyah.
Temuan penelitian Pradana Boy, tampaknya, mengukuhkan pengamatan Mitsuo Nakamura dan M.C. Ricklefs dari Australian National University (ANU), Australia, yg jg narasumber konferensi. Ricklefs menemukan fenomena infiltrasi dari paham dan ideologi radikal, sehingga wajah Muhammadiyah jg memperlihatkan guratan radikalisme selain guratan dominan reformisme dan moderatisme.
Alhasil, jika merujuk pd Mitsuo Nakamura, Pradana Boy, dan M.C. Ricklefs, Muhammadiyah selama rentang waktu seabad pertama telah mengalami perubahan (change). Tapi, tak semua narasumber senada dgn hasil pengamatan tiga pakar itu. Misalnya, narasumber lain seperti James Peacock (University of North Carolina, AS) dan Robin Bush (Asian Research Institute, NUS, Singapore). Peacock yg menulis makalah1970 to 2010: Continuities and Changemengakui adanya perubahan pd Muhammadiyah. Namun, perubahan yg dilihat Peacock tak berakibat pd terjadinya pergeseran secara radikal yg dpt menggerus watak Muhammadiyah sebagai representasi Islam moderat plus reformis.
Perubahan yg terekam oleh Peacock justru kian memperkuat watak tersebut. James Peacock merekam aktivitas Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin yg terlibat secara aktif dlm berbagai foruminterfaithdaninter-civilization dialogueyang berskala internasional. Bahkan, Din secara periodik menggelarWorld Peace Forumseperti yg dilaksanakan di Bogor beberapa hari lalu. Aktivitas yg ditampilkan Din jarang dilakukan tokoh puncak Muhammadiyah pd periode sebelumnya.
Jadi, bisa dikatakan, aktivitas Din merupakan perubahan yg tetap berkesinambungan (change and continuity) dgn watak Muhammadiyah. Dikatakan sebagai fenomena perubahan karena isu seputar dialog antar-iman dan peradaban jarang disebut serta diterjemahkan ke aktivitas yg riil. Sementara itu, aspek kesinambungannya (continuity), keterlibatan pd isu tersebut tak lebih merupakan kelanjutan belaka watak moderat dan reformis Muhammadiyah yg menuntut bersikap inklusif terhadap kelompok lain yg bahkan berbeda agama sekalipun.
Kenyataan itulah yg ingin dipertegas Robin Bush melalui paper yg berjudulA Snapshot of Muhammadiyah: Portrait of Social Change, Values and Identity. Menurut Robin, pd Muhammadiyah, sebagaimana terlihat pd perilaku pengikutnya, tetap melekat sikap kebajikan (virtues) seperti terbuka, demokratis, toleran terhadap perbedaan, serta mendukung aksi kesetaraan sosial (social equity). Dengan kebajikan itulah, banyak kalangan dari luar Muhammadiyah, bahkan yg berbeda agama, yg merasa nyaman dan aman berinteraksi dgn Muhammadiyah.
Penelitian oleh Abdul Mu'thi dan Izza Rohman yg disajikan dlm konferensi membuktikan hal tersebut. Melalui penelitian yg mendalam di Kupang, Mu'thi dan Izza menemukan kategori baru dlm Muhammadiyah, yakniKristen-Muhammadiyah(Krismuha). Kategori itu didasarkan pd fenomena banyaknya mahasiswa berlatar belakang Kristen yg kuliah di Universitas Muhammadiyah Kupang.
Memang, beragam cara pandang hasil kajian terhadap Muhammadiyah dibentangkan para narasumber dari luar negeri dan dlm negeri. Namun, suatu hal penting adlh melanjutkan apa yg disebut Christian Harijanto, narasumber dari Curtin University, Perth, Australia, denganthe reforms projectsatau proyek pembaruan. Denyut pembaruan harus dijaga agar Muhammadiyah tetap eksis dan terus berdedikasi melayani umat dari berbagai kalangan. Tanpa reformasi, gerak Muhammadiyah dlm memasuki abad kedua akan melambat.
Retrieved from: http://budisansblog.blogspot.com/2012/12/menjaga-pembaruan-melintas-abad.html?spref=fb
0 Response to " Menjaga Pembaruan Melintas Abad"
Post a Comment