This site uses cookies from Google to deliver its services, to personalize ads and to analyze traffic. Information about your use of this site is shared with Google. By using this site, you agree to its use of cookies. Learn More

Amal Usaha Politik Muhammadiyah (ZULY QODIR)

"Muhammadiyah tak melarang kader-kadernya untk berpolitik praktis / politik kepartaian.... Muhammadiyah hanya membatasi kadernya yg menjadi pengurus harian tak rangkap jabatan dlm partai politik."

(Din Syamsuddin, 2014)

Muhammadiyah akan melaksanakan Muktamar Ke-47 pd 3-7 Agustus 2015 di Makassar, Sulawesi Selatan. Muktamar ni memiliki momentum politik dan kultural yg kuat.

Secara politik, Muhammadiyah merupakan ormas Islam terbesar di Indonesia yg tak terlibat secara resmi dlm perhelatan politik kepartaian. Sementara secara kultural, Muhammadiyah telah mendedikasikan sebagai gerakan pencerahan dan pembaruan dgn pelbagai amal usaha yg dilakukan.

Memiliki dan dimiliki

Pernyataan ketua umum PP Muhammadiyah yg dikutip diawal tulisan ni secara tegas memberikan kebebasan pd kader Muhammadiyah untk terlibat aktif dlm politik praktis / politik kepartaian. Namun, sering kali pernyataan di atas banyak disalahpahami sehingga seakan-akan Muhammadiyah melarang kadernya berpolitik, sehingga ada banyak kader Muhammadiyah yg ketakutan untk terlibat dlm politik praktis. Bahkan beberapa amal usaha Muhammadiyah secara tegas kemudian membuat surat edaran / surat keputusan tentang larangan warganya terlibat di politik praktis jika tetap berada di amal usaha Muhammadiyah.

Sekarang Muhammadiyah telah "keluar dari politik praktis", yakni mendirikan partai politik / menjadi bagian resmi partai politik. Tetapi, perubahan struktur sosial politik Indonesia terus berubah dan semakin membutuhkan kontribusi dari ormas Islam, seperti Muhammadiyah. Terutama ketika kondisi bangsa sedang karut-marut karena persoalan ketidakadilan, kemiskinan, kebodohan, serta korupsi yg menggila.

Belum lagi persoalan politik berbiaya tinggi dlm pemilu legislatif, pemilu presiden, ataupun pilkada. Pertanyaannya, apakah Muhammadiyah akan berdiam diri melihat kondisi semacam itu? Tentu Muhammadiyah tak sepatutnya berdiam diri melihat bangsa ni kocar-kacir akibat berbagai persoalan yg terus menghadang di depan hidungnya.

Memerhatikan kondisi sosial politik yg terus berubah semacam itu, Muhammadiyah harus berkontribusi konkret dlm dunia politik praktis. Politik praktis tak bisa hanya ditunggu untk kemudian dihadiahkan kepada Muhammadiyah / Muhammadiyah meminta hadiah kepada para pemegang kursi kekuasaan karena telah memenangi pertarungan dlm berbagai pemilu. Muhammadiyah dlm berpolitik praktis "harus berkeringat" / turut berkorban / dlm bahasa Jawa sering dikatakanjer basuki mawa bea. Segala sesuatu harus ada ongkos / usaha, tak asal menunggu pemberian/hadiah.

Oleh sebab itu, Muhammadiyah memasuki abad keduanya ini, hemat saya, harus memikirkan secara serius bahwa amal usaha politik praktis merupakan amal usaha yg sama mulianya dgn amal usaha pendidikan, pendirian rumah sakit, pendirian panti asuhan yatim piatu serta pendirian usaha ekonomi. Amal usaha politik agaknya memang harus benar-benar dipikirkan agar Muhammadiyah menjadi bagian dari "politik praktis Indonesia". Oleh karena itu, Muhammadiyah harus memikirkan agar "memiliki / dimiliki" oleh partai politik di negeri ini.

Untuk menuju pd amal usaha politik Muhammadiyah, hal ni bisa dilakukan melalui sidang- sidang / diskusi-diskusi serius menjelang muktamar di Makassar, kemudian dimatangkan dlm sidang-sidang komisi, sidang tanwir dan kemudian di tanfidz sebagai keputusan muktamar Muhammadiyah di Makassar bahwa amal usaha politik merupakan amal usaha Muhammadiyah. Jika hal ni berhasil, maka ni sekaligus menepis anggapan salah paham yg selama ni berkembang bahwa Muhammadiyah melarang kader-kadernya untk berpolitik praktis / berpolitik kepartaian.

Reorientasi gerakan politik

Dalam pernyataan pemikiran Muktamar Satu Abad Muhammadiyah tahun 2010 di Yogyakarta, dikatakan bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan keislaman yg berkemajuan, berkeadaban, dan berkeadilan bagi kehidupan warga persyarikatan, umat, bangsa, dan kemanusiaan universal. Berdasarkan pd pernyataan pemikiran tersebut, secara implisit ataupun eksplisit memberikan kerangka pemikiran dan arah kerja Muhammadiyah yg ditujukan untk kemajuan bangsa, negara, dan kemanusiaan tanpa pandang derajat, kelas sosial, suku, agama, dan etnis tertentu.

Kehendak untk berkemajuan dlm berbangsa dan bernegara, termasuk berkemajuan dlm pemikiran keislaman, adlh untk menjadikan Islam Indonesia yg mampu menjadi pengayom, penyelamat, serta menghargai umat lain sebagai bagian dari dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar yg berlandaskan Islamrahmatan lil 'alamin.

Kehendak tersebut sebenarnya telah dituangkan pula secara tegas dlm pernyataan pemikiran tersebut bahwa Muhammadiyah merupakan ormas Islam yg bersifat moderat (tawasuth), bukan ekstrem kanan / ekstrem kiri, serta menjadikan NKRI sebagai negara yg telah selesai sebagai hasil konsensus nasional yg telah final. Oleh sebab itu, Muhammadiyah secara resmi telah menjadikan NKRI sebagai negara yg final, bukan bentuk negara yg lain.

Berkaitan dgn hal itu, maka yg perlu diperhatikan dan dikerjakan Muhammadiyah untk 5-10 tahun mendatang, bahkan mungkin pula seterusnya, adlh terus mendorong dan menjadikan Islam Indonesia sebagai kekuatan memakmurkan negeri, memerdekakan, serta membuat keadilan tanpa adanya diskriminasi oleh kelompok-kelompok kecil yg sering kali "membajak Islam" dgn pandangan bahwa Indonesia tak sesuai dgn Islam serta bertentangan dgn jumlah mayoritas umat Islam yg menjadi penghuni republik ni dgn dasar Pancasila.

Memasuki abad keduanya, Muhammadiyah-bersama ormas Islam lainnya-harus benar- benar didorong sebagai ormas Islam yg mainstream di Indonesia terus mencita-citakan adanya Indonesia yg berdasarkan Pancasila dgn seluruh pengamalan nilai-nilai Pancasila yg sudah sangat sesuai dgn nilai-nilai Islam yg universal.

Jika Muhammadiyah mampu mendorong kehidupan berbangsa dan bernegara yg berkeadilan, berkeadaban, serta berkemajuan dlm pemikiran politik, maka Muhammadiyah ke depan akan benar-benar menjadi salah satu kampiun dlm menjaga keutuhan NKRI dan Pancasila sebagai basis filosofis berbangsa dan bernegara. Hal ni pula telah sesuai dgn pernyataan pemikiran Muhammadiyah pd abad keduanya, yakni membangun Indonesian Islam, serta Islamic Society, bukan Islamic State / pun Religious State sebagaimana dicita-cita oleh sebagian kecil ormas Islam di Indonesia.

Di luar itu, sekalipun tak menjadi partai politik, Muhammadiyah tetap harus memikirkan dan mengupayakan agar Muhammadiyah "menjadi bagian dari politik praktis". Atau menjadi bagian dari partai politik sehingga Muhammadiyah akan benar-benar mampu memberikan kontribusi pd negara ini, baik kadernya di parlemen, di birokrasi maupun di posisi strategis lainnya. Inilah yg saya maksud dgn "amal usaha politik" Muhammadiyah yg sangat mulia itu sebagaimana amal usaha lainnya.

ZULY QODIR

Sosiolog UMY dan Peneliti Senior Maarif Institute Jakarta.

Versi cetak artikel ni terbit di harian Kompas edisi 20 Juli 2015, di halaman 7 dgn judul "Amal Usaha Politik Muhammadiyah".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

0 Response to "Amal Usaha Politik Muhammadiyah (ZULY QODIR)"

Post a Comment

Contact

Name

Email *

Message *