KONTEKS ETIKA LINGKUNGAN Armahedi Mahzar (c) 2009
Kamis siang lalu saya memberi kuliah Enviromental Ethics pd mahasiswa International School of Pharmacy ITB. Pada kuliah itu saya meletakkan konsep etika lingkungan dlm konteks pergeseran paradigma sains dari yg Atomistik Newtonian ke yg Holistik pos-Newtonian. Pergeseran paradigma ni terutama disebabkan adanya krisis internal, krisis eksternal dan kritik eksternal sain di abad XX yag lalu.
Krisis sains Krisis internal itu terjadi pd paruh pertama abad tersebut ketika ditemukannya teori relativitas Einstein dan teori kuantum Heisenberg dan kawan-kawan yg kemudian menjadi fondasi fisika modern yg merupakan dasar bagi teknologi nuklir dan teknologi perangkat keras informasi masa kini. Karena suksesnya aplikasi eksternal kemajuan sains itu, maka krisis internal filosofis itu diabaikan orang dgn mengambil filsafat dasar ilmu yg positivistik.
Teknologi nuklir melahirkan bom atom yg menghentikan Perang Dunia II berujung pd perlombaan senjata pemusnah masal nuklir antara dua blok pd paruh kedua abad lalu antara Blok Barat dan Blok Timur. Teknologi zat padat melahirkan revolusi informasi yg ditandai dgn akselerasi kemampuan memproses dan menyimpan informasi yg semakin cepat dan semakin padat terutama pd Blok Barat.
Ketegangan nuklir dan kesenjangan elektronik Timur-Barat ni memang berakhir dgn runtuhnya Blok Timur dan terjalinnya komputer-komputer sedunia dlm jaringan komputer global bernama Internet. Tapi pd paruh kedua abad lalu telah terjadi krisis eksternal berupa krisis lingkungan hidup. Krisis lingkungan itulah yg menyebabkan adanya kritik eksternal sains dari berbagai kalangan di luar dunia keilmuan: kaum neomarxis, kaum feminis, kaum ekosofis dan kaum etnoreligius.
Kritik eksternal Kaum neomarxis mengritik sains karena mengabdi pd sistem kapitalisme, kapitalisme liberal Blok Barat dan kapitalisme negara pd Blok Timur. Sains telah berubah dari suatu bentuk pencarian kebenaran menjadi sebuah pengabdian pd para pencari kekuasaan yg berorientasi pd kompetisi, ekspansi dan dominasi. Penindasan manusia oleh manusia kaum kapitalis tercermin pd pandangan dasar bahwa sains adlh bagian dari proses penaklukan alam oleh manusia melalui teknologi.
Kaum feminis memperluas kritik kaum neomarxis dgn memandang sains modern sebagai cerminan pandangan patriarki maskulinistik. Proses penaklukan alam oleh manusia adlh cerminan dari wawasan
patriarki tentang dominasi kaum lelaki terhadap kaum perempuan. Bias maskulinitas itu jg mengimbas pd penekanan pd rasionalitas dan obyektivitas pd filsafat dasar / paradigma sains. Jadi menurut kaum feminis sains modern itu cenderung mengabdi pd kepentingan-laki-laki ketimbang pd manusia seluruhnya.
Kaum ekosofis melihat dasar kesenjangan yg dilihat kaum feminis itu hanyalah manifestasi kepongahan manusia pd spesies lain / alam pd umumnya. Manusia merasa bahwa alam itu berada di bawahnya. Oleh karena itu penaklukan alam oleh manusia melalui sains menjadi suatu kewajaran, Pandangan bahwa alam itu feminin mengimbas pandangan dominatif itu pd maskulinisme yg menganggap perempuan berada di bawah kekuasaan laki-laki. Antroposentrisme maskulinistik ni harus diganti dgn pandangan biosentris yg lebih komprehensif.
Kaum etnoreligius melihat bahwa antroposentrisme maskulinistik ni adlh khas pandangan manusia Barat. Agama-agama tradisional Timur tak melihat adanya kesenjangan antara manusia dan alam. Agama Timur justru melihat kesetaraan antara manusia dgn makhluk-makhluk hidup lainnya. Jadi untk mencegah krisis lingkungan dan lain sebagainya sebagai dampak pengembangan dan penerapan sains maka perlu dilakukan proses dewesternisasi paradigma sains modern. Hanya dgn dewesternisasi sains itulah bumi dpt diselamatkan.
Pergeseran Paradigma
Karena tesisnya yg kontroversial itu dia pun diundang ke dlm berbagai forum diskusi di kampus-kampus universitas di seluruh dunia. Melalui forum-forum itu sadarlah dia bahwa perubahan paradigma yg disarankanya untk fisika itu jg berlangsung pd disiplin-disiplin keilmuan lainnya. Ilmu kedokteran misalnya telah bergeser dari pandangan somatosenris ke pandangan psikosomatis yg lebih integral. Ilmu ekonomi misalnya telah bergeser dari pandangan antroposentris ke pandangan yg melibatkan ekosistem biologis. Ilmu biologi sendiri bergeser dari pandangan reduksionis seluler yg mekanistik ke pandangan holistik biogeologis yg lebih organismik. Ilmu psikologi pun bergerak dari behaviorisme yg materialistik ke transpersonalisme yg melibatkan spiritualitas manusia.
Melihat adanya kesamaan antara pergeseran paradigmatik di berbagai bidang keilmuan itu, maka dia pun, dlm bukunya kedua "The Web of Life", mencanangkan lahirnya paradigma sains baru yg disebutnya sebagai paradigma holisme pasca-Newtonian yg ekologis menggantikan paradigma atomisme Newtonian yg mekanistik. Dalam pandangan paradigmatik baru ni alam semesta bukanlah sebuah kumpulan partikel-partikel materi melainkan sebuah jaringan proses-proses energi yg berjenjang dari yg kecil hingga yg besar. Menurut Capra proses-proses itu bersifat swa-organisasi dari sistem kimia yg bersifat disipatif, sistem biologi yg bersifat otopuitis hingga sistem sosial yg bersifat otoreflektif. Stiap tingkatnya proses-proses swa-organisasi itu memunculkan tingkat kompleksitas baru sehingga pd tingkat biogeologis dibutuhkan sebuah kompleksitas baru.
Sebagai implikasi transformasi paradigmatik itu metodologi sains yg rasinal analitis dab reduksionis linier itu harus dilengkapi dgn yg intuitif sintetis danholistik non linier. Begitu pula etika sains yg menekankan kompetisi ekspansif dan dominasi kuantitatif harus diganti dgn yg menekankan kooperasi konservatif dan kemitraan kualitatif.
Semua itu berarti bahwa etika lingkungan harus dibangun berdasarkan asas-asas keseimbangan, keselarasan dan kelestarian. Sengan tampak bahwa transformasi padigma sains in mengintegrasikan kembali etika keilmuan dgn etika lingkungan yg merupakan bagian dari wawasan holistik agama-agama Timur.
Dengan demikian etika kelimuan, etika kemasyarakatan dan etika lingkungan dpt menjadi landasan filosofis peradaban teknologis masa depan yg serasi dgn kehidupan planeter bumi yg seutuhnya dlm kedamaian, keamanan dan kenyamanan yg senantiasa.
Krisis sains Krisis internal itu terjadi pd paruh pertama abad tersebut ketika ditemukannya teori relativitas Einstein dan teori kuantum Heisenberg dan kawan-kawan yg kemudian menjadi fondasi fisika modern yg merupakan dasar bagi teknologi nuklir dan teknologi perangkat keras informasi masa kini. Karena suksesnya aplikasi eksternal kemajuan sains itu, maka krisis internal filosofis itu diabaikan orang dgn mengambil filsafat dasar ilmu yg positivistik.
Teknologi nuklir melahirkan bom atom yg menghentikan Perang Dunia II berujung pd perlombaan senjata pemusnah masal nuklir antara dua blok pd paruh kedua abad lalu antara Blok Barat dan Blok Timur. Teknologi zat padat melahirkan revolusi informasi yg ditandai dgn akselerasi kemampuan memproses dan menyimpan informasi yg semakin cepat dan semakin padat terutama pd Blok Barat.
Ketegangan nuklir dan kesenjangan elektronik Timur-Barat ni memang berakhir dgn runtuhnya Blok Timur dan terjalinnya komputer-komputer sedunia dlm jaringan komputer global bernama Internet. Tapi pd paruh kedua abad lalu telah terjadi krisis eksternal berupa krisis lingkungan hidup. Krisis lingkungan itulah yg menyebabkan adanya kritik eksternal sains dari berbagai kalangan di luar dunia keilmuan: kaum neomarxis, kaum feminis, kaum ekosofis dan kaum etnoreligius.
Kritik eksternal Kaum neomarxis mengritik sains karena mengabdi pd sistem kapitalisme, kapitalisme liberal Blok Barat dan kapitalisme negara pd Blok Timur. Sains telah berubah dari suatu bentuk pencarian kebenaran menjadi sebuah pengabdian pd para pencari kekuasaan yg berorientasi pd kompetisi, ekspansi dan dominasi. Penindasan manusia oleh manusia kaum kapitalis tercermin pd pandangan dasar bahwa sains adlh bagian dari proses penaklukan alam oleh manusia melalui teknologi.
Kaum feminis memperluas kritik kaum neomarxis dgn memandang sains modern sebagai cerminan pandangan patriarki maskulinistik. Proses penaklukan alam oleh manusia adlh cerminan dari wawasan
patriarki tentang dominasi kaum lelaki terhadap kaum perempuan. Bias maskulinitas itu jg mengimbas pd penekanan pd rasionalitas dan obyektivitas pd filsafat dasar / paradigma sains. Jadi menurut kaum feminis sains modern itu cenderung mengabdi pd kepentingan-laki-laki ketimbang pd manusia seluruhnya.
Kaum ekosofis melihat dasar kesenjangan yg dilihat kaum feminis itu hanyalah manifestasi kepongahan manusia pd spesies lain / alam pd umumnya. Manusia merasa bahwa alam itu berada di bawahnya. Oleh karena itu penaklukan alam oleh manusia melalui sains menjadi suatu kewajaran, Pandangan bahwa alam itu feminin mengimbas pandangan dominatif itu pd maskulinisme yg menganggap perempuan berada di bawah kekuasaan laki-laki. Antroposentrisme maskulinistik ni harus diganti dgn pandangan biosentris yg lebih komprehensif.
Kaum etnoreligius melihat bahwa antroposentrisme maskulinistik ni adlh khas pandangan manusia Barat. Agama-agama tradisional Timur tak melihat adanya kesenjangan antara manusia dan alam. Agama Timur justru melihat kesetaraan antara manusia dgn makhluk-makhluk hidup lainnya. Jadi untk mencegah krisis lingkungan dan lain sebagainya sebagai dampak pengembangan dan penerapan sains maka perlu dilakukan proses dewesternisasi paradigma sains modern. Hanya dgn dewesternisasi sains itulah bumi dpt diselamatkan.
Pergeseran Paradigma
Karena adanya berbagai kritik eksternal itu maka timbullah sebuah gerakan mencari paradigma baru yg melibatkan berbagai disiplin ilmu. Misalnya Fritjof Capra, yg memeriksa kembali fisika relativistik dan fisika kuantum, segera melihat adanya kesejajaran deskripsi fundamental alam para para pelopor fisika modern Barat itu dgn deskripsi pengalaman mistis para mistikus agama-agama tradisional Timur. Oleh karena itu dia pun menghancurkan kepongahan Barat terhadap Timur dgn bukunya yg terkenal di tahun 70-an berjudul The Tao of Physics. Dengan buku ni dia merombak filsafat dasar sains yg positivistik.
Karena tesisnya yg kontroversial itu dia pun diundang ke dlm berbagai forum diskusi di kampus-kampus universitas di seluruh dunia. Melalui forum-forum itu sadarlah dia bahwa perubahan paradigma yg disarankanya untk fisika itu jg berlangsung pd disiplin-disiplin keilmuan lainnya. Ilmu kedokteran misalnya telah bergeser dari pandangan somatosenris ke pandangan psikosomatis yg lebih integral. Ilmu ekonomi misalnya telah bergeser dari pandangan antroposentris ke pandangan yg melibatkan ekosistem biologis. Ilmu biologi sendiri bergeser dari pandangan reduksionis seluler yg mekanistik ke pandangan holistik biogeologis yg lebih organismik. Ilmu psikologi pun bergerak dari behaviorisme yg materialistik ke transpersonalisme yg melibatkan spiritualitas manusia.
Melihat adanya kesamaan antara pergeseran paradigmatik di berbagai bidang keilmuan itu, maka dia pun, dlm bukunya kedua "The Web of Life", mencanangkan lahirnya paradigma sains baru yg disebutnya sebagai paradigma holisme pasca-Newtonian yg ekologis menggantikan paradigma atomisme Newtonian yg mekanistik. Dalam pandangan paradigmatik baru ni alam semesta bukanlah sebuah kumpulan partikel-partikel materi melainkan sebuah jaringan proses-proses energi yg berjenjang dari yg kecil hingga yg besar. Menurut Capra proses-proses itu bersifat swa-organisasi dari sistem kimia yg bersifat disipatif, sistem biologi yg bersifat otopuitis hingga sistem sosial yg bersifat otoreflektif. Stiap tingkatnya proses-proses swa-organisasi itu memunculkan tingkat kompleksitas baru sehingga pd tingkat biogeologis dibutuhkan sebuah kompleksitas baru.
Sebagai implikasi transformasi paradigmatik itu metodologi sains yg rasinal analitis dab reduksionis linier itu harus dilengkapi dgn yg intuitif sintetis danholistik non linier. Begitu pula etika sains yg menekankan kompetisi ekspansif dan dominasi kuantitatif harus diganti dgn yg menekankan kooperasi konservatif dan kemitraan kualitatif.
Semua itu berarti bahwa etika lingkungan harus dibangun berdasarkan asas-asas keseimbangan, keselarasan dan kelestarian. Sengan tampak bahwa transformasi padigma sains in mengintegrasikan kembali etika keilmuan dgn etika lingkungan yg merupakan bagian dari wawasan holistik agama-agama Timur.
Dengan demikian etika kelimuan, etika kemasyarakatan dan etika lingkungan dpt menjadi landasan filosofis peradaban teknologis masa depan yg serasi dgn kehidupan planeter bumi yg seutuhnya dlm kedamaian, keamanan dan kenyamanan yg senantiasa.
source : http://viva.co.id, http://detik.com, http://integralist.blogspot.com
0 Response to "etika lingkungan"
Post a Comment