This site uses cookies from Google to deliver its services, to personalize ads and to analyze traffic. Information about your use of this site is shared with Google. By using this site, you agree to its use of cookies. Learn More

Akhlaq Seorang Pelajar Terhadap Gurunya - Sholawat

serliblog.blogspot.com - Terjemah Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’alim Karya Hadlratus Syaikh
K.H Muhammad Hasyim Asy’ari rahimahullahu ta’ala

Akhlaq Seorang Pelajar Terhadap Gurunya

BAB KETIGA
Akhlaq Seorang Pelajar Terhadap Gurunya

Akhlaq orang yg menuntut ilmu ketika bersama-sama dgn gurunya ada dua belas macam budi pekerti, yaitu :
Pertama, Berangan-berangan, berfikir yg mendalam kemudian melakukan shalat istikharah, kepada siapa ia harus mengambil ilmu dan mencari bagusnya budi pekerti darinya. Jika memungkinkan seorang pelajar, hendaklah memilih guru yg sesuai dlm bidangnya, ia jg mempunyai sifat kasih sayang, menjaga muru’ah (etika), menjaga diri dari perbuatan yg merendahkan mertabat seorang guru.Ia jg seorang yg bagus metode pengajaran dan pemahamannya.Diriwayatkan dari sebagian ulama’ salaf: Ilmu iniadlah agama, maka perhatikanlah dari siapa kalian mengambil / belajar agama kalian.
Kedua, Bersungguh-sungguh dlm mencari seorang guru, ia termasuk orang yg mempunyai perhatian khusus terhadap ilmu syari’at dan termasuk orang-orang yg dipercaya oleh para guru-guru pd zamanya, sering diskusi serta lama dlm perkumpulan diskusinya, bukan termasuk orang-orang yg mengambil ilmu berdasarkan makna yg tersurat dlm sebuah teks dan tak dikenal guru-guru yg mempunyai tingkat kecerdasan tinggi. Imam kitaAl-Syafi’i berkata: Barang siapa yg mempelajari ilmu fiqh hanya memahami makna-makna yg tersurat saja, maka ia telah menyia-nyiakan beberapa hukum.
Ketiga, Menurutterhadap gurunya dlm segala hal dan tak keluar dari nasehat-nasehat danaturan-aturannya. Bahkan, hendaknya hubungan antara guru dan muridnya itu ibarat pasien dgn dokter spesialis. Sehingga ia minta resep sesuai dgn anjurannyadan selalu berusaha sekuat tenaga untk memperoleh ridhanya terhadap apa yg ia lakukan dan bersungguh sungguh dlm memberikan penghormatan kepadanya dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dgn cara melayaninya. Hendaknya seorang pelajar tahu bahwa merendahkan diri di hadapan gurunya merupakan kemulyaan, kertundukannya kepada gurunya merupakan kebanggaan dan tawadlu’ dihadapannyamerupakan keterangkatanderajatnya.
Empat, Memandang guru dgn pandangan bahwa dia adlh sosok yg harus dimuliakan dan dihormati dan berkeyakinan bahwa guru itu mempunyai derajat yg sempurna. Karena pandangan seperti itu paling dekat kepada kemanfaatan ilmunya.Abu Yusuf berkata: Aku mendengar para ulama’ salaf berkata: Barang siapa yg tak mempunyai sebuah (I’tiqad) keyakinan tentang kemulyaan gurunya, maka ia tak akan bahagia. Maka bagi pelajarjangan memanggil guru dgn menggunakan ta’ khitab (baca: kamu) dan kaf khitab (mu), ia jg jangan memanggil dgn namanya. Bahkan ia harus memanggil dengan: yaa sayyidi , wahai tuanku / yaa ustadzi, wahai guruku. Juga ketika seorang guru tak berada ditempat, maka pelajar tak diperkenankan memanggil dgn sebutan namanya kecuali apabila nama tersebut disertai dgn sebutan yg memberikan pengertian tentang keagungan seorang guru, seperti apa yg di ucapkan pelajar:Al Syekh Al Ustadz berkata begini, beginiatau guru kami berkatadan lain sebagainya.
Kelima, hendaknya pelajar mengetahu kewajibannya kepada gurunya dan tak pernah melupakan jasa-jasanya, keagungannya dan kemulyaannya, serta selalu mendoakan kepada gurunya baik ketika beliau nmasih hidup / setelah meniggal dunia.
Selalu menjaga keturunannya, para kerabatnya dan oerang-orang yg beliau kasihi, dan selalu menekankan terhadap dirinya sendiri untk selalu berziarah kemakam belaiu untk memintakan ampun, memberikan shadaqah atas nama beliau, selalu menampakkan budi pekerti yg bagus dan memberikan petunjuk kepada orang lain yangmembutuhkannya, disamping itu pelajar harus selalu menjaga adat istiadat, tradisi dan kebiasaan yg telah dilakukan oleh gurunya baik dlm masalah agama / dlm masalah keilmuan, dan menggunakan budi pekerti sebagaimana yg telah dilakukan oleh gurunya, selalu setia, tunduk dan patuh kepadanya dlm keadaan apapun dan dimanapun ia berada.
Enam, pelajar harus mengekang diri , untk berusaha sabar tatkala hati seorang guru sedang gundah gulana, marah, murka / budi pekerti, prilaku beliau yg kurang diterima oleh santrinya.
Hendaklah hal tersebut tak menjadikan pelajar lantas meninggalkan guru (tidak setia) bahkan ia harus mempunyai keyakinan, i’tiqad bahwa seorang guru itu mempunyai derajat yg sempurna, dan berusaha sekuat tenaga untk menafsiri , menakwili semua pekerjaan-pekerjaan yg ditampakkan dn dilakukan oleh seorang guru bahwasanya yg benar adlh kebalikannya , dgn pena’wilan dan penafsiran yg baik.
Apabila seorang guru berbuat kasar kepada santrinya, maka yg perlu dilakukan pertamakali adlh dgn cara meminta ampuan kepada guru dan menampakkan rasa penyesalan diri dan mencari kerilaan, ridha dari gurunya, karena hal itu akan lebih mendekatkan diri pelajar untk mendapatkan kasih akung guru ?
Delapan, apabila pelajar duduk dihadapan kyai, maka hendaklah ia duduk dihadapannya dgn budi pekerti yg baik, seperti duduk bersimpuh diatas kedua lututnya (seperti duduk pd tahiyat awal) / duduk seperti duduknya orang yg melakukan tahiyat akhir, dgn rasa tawadlu’ , rendah diri, thumakninah (tenang ) dan khusu’.
Sang santri tak diperbolehkan melihat kearah gurunya (kyai) kecuali dlm keadaan dharurat, bahkan kalau memungkinkan sang santri itu harus menghadap kearah gurunya dgn sempurna sambil melihat dan mendengarkan dgn penuh perhatian, selanjutnya ia harus berfikir, meneliti dan berangan-angan apa yg beliau sampaikan sehingga gurunya tak perlu lagi untk mengulagi perkataannya untk yg kedua kalinya.
Pelajar tak diperkenankan untk melihat kearah kanan, arah kiri / melihat kearah atas kecuali dlm keadaan dlarurat, apalagi gurunya sedang membahas, berdiskusi tentang berbagai macam persoalan.
Pelajar tak diperbolehkan membutat keaduhan sehingga sampai didengar oleh sang kyai dan tak boleh memperhatikan beliau, santrijuga tak boleh mempermainkan ujung bajunya, tak boleh membuka lengan bajunya sampai kedua sikutnya, tak boleh mempermainkan beberapa anggota tubuhnya , kedua tangan, kedua kaki / yg lainya, tak boleh membuka mulutnya, tak boleh menggerak-gerakkan giginya, tak boleh memukul tanah / yg lainya dgn menggunakan telapak tanganya ayau jari-jari tanganya, tak boleh mensela-selai kedua tangannya dan bermain-main dgn mengunakan sarung dan sebagainya.
Santri ketika berada dihadapan sang kyai maka ia tak diperbolehkan menyandarkan dirinya ketembok, ke bantal, jg tak boleh memberikan sesiuatyu kepada nya dari arah samping / belakang, tak boleh berpegangan pd sesuatu yg berada diselakangnya / sampingnya.. Santri jg tak diperkenankan untk menceritakan sesuatu yg lucu, sehingga menimbulkan tertawa orang lain, ada unsur penghinaan kepada sang guru, berbicara dgn menggunakan kata-kata yg sangat jelek, dan menampakkan prilaku dan budi pekerti yg kurang baik dihadapan gurunya.
Santri jg tak boleh menertawakan sesuatu kecuali hal-hal yg kelihatan sangat menggelikan, lucu dan jenaka, ia tak boleh mengagumi sesuatu ketika ia berada dihadapan gurunya.
Apabila ada sesuatu hal, peristiwa, kejadian yg lucu, sehingga membuat santri tertawa, maka hendaknya jikalau tertawa tak terlalu keras, tak mengeluarkan suara. Ia jg tak boleh membuang ludah, mendehem selama hal itu bisa ditahan / memungkinkan, tapi apabila tak mungkin untk dilakukan maka seyogianya ia melakukannya dgn santun. Ia tak boleh membuang ludah / mengeluarkan riya dari mulutnya, tapi yg paling baik adlh seharusnya itu dilakukan dgn menggunakan sapu tangan / menggunkana ujung bajunya untk dipakai sebagai tempat riya’ tersebut.
Apabila pelajar sedangbersin , maka hendaknya berusaha untk memelankan sauranya dan menutupi wajahnya dgn menggunakan sapu tangan umpamanya. Apabila ia membuka mulut karena menahan rasa kantuk (angop) maka hendaknya ia menutupu mulutnya dan berusaha untk tak membuka mulut (angop).
Sebagai pelajar ketika sedang berada dlm sebuah pertemuan, dihadapan teman, saudara hendaknya memekai budi pekerti yg baik, ia selalu menghormati para sahabtnya, memulyakan para pemimpin, pejabat, dan teman sejawatnya, karena menampakkanbudi pekerti yg baik kepada mereka, berarti ia telah menghormati para kyainya, dan menghormati pd majlis (pertemuan). Hendaknya ia jg tak keluar dari perkempulan mereka, majlis dgn cara maju ataupun mundur kearah belakang, santri (pelajar ) jg tak boleh berbicara ketika sedang berlangsung pembahasan sebuah ilmu dgn hal-hal yg tak mempunyai hubungan dgn kegiatan ilmu tersebut, / mengucapkan sesuatu yg bisa memutus pembahas ilmu.
Apabila sebagian santri (orang yg mencari ilmu) itu berbuat hal hal yg idak kita inginkan ( jelek ) terhadap salah seorang , maka ia tak boleh dimarahi, disentak-sentak, kecuali gurunya sendiri yg melakukan hal itu, kecuali kalau guru memberikan sebuah isyarat kepada santri yg lain utnuk melakukannya.
Apabila ada seseorang yg melakukan hal-hal yg negatif terhadap seorng syaikh, maka kewajiban bagi jamaah adlh membentak orang tersebut dan tak menerima orang tersebut dan membantu syaikh dgn kekauatan yg dimiliki (kalau memungkinkan).
Pelajar tak boleh mendahului gurunya dlm menjelaskan sebuah permasalahan / menjawab beberapa persoalan, kecuali ia mendapai idzin dari sang guru.
Termasuk sebagaian dari mengagungkan seorang kyai adlh santri tak boleh duduk-duduk disampingnya, diatas tempat shalatnya, diatas tempat tidurnya. Seandainya sang guru memerintahkan hal itu kepada muridnya, maka jangan ia sampai melakukannya, kecuali apabila sang guru memang memaksa dan melakukan intimidasi kepada santri yg tak mungkin untukmenolaknya, maka dlm keadaan seperti ni baru diperbolehkan untk menuruti perintah sang guru, dan tak ada dosa. Tapi setelah itu ia harus berprilaku sebagaimana biasanya, yaitu dgn menjunjung tinggi akhlaqul karimah.
Dikalangan orang banyak telah timbul sebuah pertanyaan, manakah diantara dua perkara yg lebih utama, antara menjunjung tinggi dan berpegang teguh pd perintah sang guru tapi bertentangan dgn akhlaqul karimah dgn menjunjung tinggi-tinngi nilai-nilai akhlaq dan me;lupakan perinyah sang guru ?.
Dalampermasalahan ini, menurut pendapat yg paling tinggi (rajih) adlh hukumnya tafsil; apabila perintah yg diberikan oleh guru tersebut bersifat memaksa sehingga tak ada kemungkinan sedikitpun untk menolaknya, maka hukumya yg paling baik adlh menuruti perintahnya, tapi bila perintah itu hanya sekedarnya dan bersifat anjuran , maka menjunjung tinggi nilai moralitas adlh diatas segala-galanya, karena pd satu waktu guru diperbolehkan untk menampakkan sifat menghormati dan perhatian kepada santrinya (murid) sehingga akan wujud sebuah keseimbangan (tawazun) dgn kewajiban-kewajibannya untk menghormati guru dan berprilaku, budi pekerti yg baik tatkala bersamaan dgn gurunya. semoga bermanfaat Akhlaq Seorang Pelajar Terhadap Gurunya

Terjemah Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’alim keseluruhannya meliputi 8 bab. di blog ni tersimpan menjadi 10 halaman:

1. Kutamaan Ilmu Dan Ulama Serta Keutamaan Proses Belajar Dan Mengajar
2. Bab ll Akhlaq Pelajar (santri) Pada Dirinya Sendiri
3. Akhlaq Seorang Pelajar Terhadap Gurunya
4. Akhlaq Pelajar Terhadap Pelajarannya
5. Akhlaq Ustadz Terhadap Diri Sendiri
6. Akhlaq Ustadz Ketika Mengajar
7. Akhlaq Guru Terhadap Santri
8.Tatakerama Seorang Guru Didalam Pelajaranya
9. Menerangkan Tentang Tatakrama Seorang Guru Bersama Muridnya
10.Tatakrama Seorang Pelajar Dengan Buku-buku Sebagai Alatnya Ilmu

other source : http://pinterest.com, http://slideshare.net, http://al-chikam.blogspot.com

0 Response to "Akhlaq Seorang Pelajar Terhadap Gurunya - Sholawat"

Post a Comment

Contact

Name

Email *

Message *