Kedaulatan Rakyat, Jumat Kliwon, 7 November 2014. Halaman 12.
oleh Benni Setiawan*)
Tulisan Mukhijab, “Muhammadiyah dan Kekuasaan Jokowi’, KR, 3 November 2014 menyarankan agar Persyarikatan melakukan metamorfosis dlm politik. Ia menyatakan menjadi penonton tak selamanya enak. Bagi dosen Universitas Islam Indonesia ini, Muhammadiyah perlu masuk dlm pusaran politik agar tak terjadi manipulasi kekuasaan politik. Bagi saya, Muhammadiyah tak perlu melakukan itu. Karena Khittah Persyarikatan Muhammadiyah adlh sebagai organisasi sosial masyarakat. Tanpa masuk politik pun, Muhammadiyah dpt berkhidmat dlm proses kebangsaan. Muhammadiyah, sejak era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memang tak lagi mendapat “jatah menteri”. Bahkan, banyak pengamat menyebut hubungan SBY dgn Muhammadiyah sempat renggang. Hal itu dibuktikan dgn banyak kegiatan utama Muhammadiyah tak dihadiri secara langsung oleh Presiden. Setelah era SBY berakhir, warga Persyarikatan dpt menjalin hubungan baik dgn pemerintahan baru. Geliat politik yg dimotori Dien Syamsuddin (sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah) dan Ahmad Syafii Maarif, mengguratkan sebuah cita, hubungan ni akan mulus dan baik. Namun, setelah pengumuman Kabinet Kerja, tampaknya Muhammadiyah belum mendapat tempat istimewa di Republik. Padahal, Muhammadiyah telah berkarya dan bertindak melalui bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial yg diakui oleh dunia. Namun, tak mendapatkan jatah menteri bukanlah akhir dari kisah pengabdian Muhammadiyah untk bangsa dan negara. Muhammadiyah tak akan kewirangan dan Kapiran tanpa masuk kabinet. Dalam konteks ora kewirangan (malu, aib), Muhammadiyah akan tetap berdiri tegak. Muhammadiyah tak akan mengemis jabatan. Kerja sosial Muhammadiyah yg dimulai oleh komunitas pedagang tak akan surut. Komunitas dagang bercorak (man action), akan menjadi spirit utama Persyarikatan. Melalui semangat itu, Muhammadiyah tak akan “kapiran”, miskin / kekurangan. Bahkan, kerja Muhammadiyah akan semakin solid. Spirit “urunan” akan terus menggelora dlm detak jantung Persyarikatan. Spirit itulah yg hingga kini terpelihara dgn baik dlm rahim organisasi yg didirikan oleh KH Ahmad Dahlan lebih dari seabad lalu. Muhammadiyah mampu membangun sekolah mulai dari Taman Kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi, rumah sakit, panti-panti sosial, berkat kerja keras seluruh lapisan persyarikatan.
*)Benni Setiawan, Wakil Sekretaris Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah.
Penyeimbang
Oleh karena itu, ketidakterwakilan Muhammadiyah dlm Kabinet Kerja bukanlah kiamat. Muhammadiyah tetap terus berkarya membangun kebangsaan dan kemanusiaan. Muhammadiyah akan terus mendidik anak bangsa, menyantuni orang miskin, dan memberikan pelayanan maksimal kepada orang-orang yg sakit dgn spirit Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO). Muhammadiyah pun akan menjadi mitra strategis bagi pemerintah. Sebagaimana amanat Milad Muhammadiyah, Muhammadiyah akan menjadi pengingat dikala pemerintah lalai, penyemangat di kala lesu, penggerak di saat berhenti. Posisi Muhammadiyah saat ni sangatlah strategis. Artinya, Muhammadiyah dpt bertindak sebagai “penyeimbang” jalannya pemerintahan Jokowi-JK. Penyeimbang bukan berarti oposisi, karena tugas itu telah melekat pd Koalisi Merah Putih (KMP). Penyeimbang di sini, merupakan kerja berbarengan, dlm ranah / wilayah yg berbeda. Pemerintah mengurusi jajaran birokrasinya, Muhammadiyah membina umat (warga bangsa). Muhammadiyah akan terus mengingatkan pemimpin saat ni untk menjadi negarawan. Bukan pemimpin partisan yg bekerja untk kepentingan diri sendiri dan golongan. Negarawan adlh mereka yg lantang menyuara perubahan dgn turut serta terjun di dalamnya. Mereka tak hanya bekerja di balik meja dan setumpuk agenda rutinitas. Saat Jokowi-JK dan jajaran kabinetnya tak mampu mewujudkan itu. Berarti ia telah mengingkari janji kepemimpinan. Mereka seakan menjilat ludahnya sendiri. Kepemimpinan pun akan runtuh. Keruntuhan Republik tentu akan berdampak kepada Muhammadiyah. Oleh karenanya, Muhammadiyah akan terus menyokong Republik ni agar tetap tegak. Republik tak boleh ambruk oleh kepemimpinan yg rapuh. Muhammadiyah, akan menjadi kekuatan penyangga untk meneguhkan entitas kebangsaan dan kenegaraan. Pada akhirnya, ketiadaan kader Muhammadiyah dlm Kabinet Kerja, tak akan menyurutkan langkah Persyarikatan berkarya dan bertindak nyata untk bangsa. Muhammadiyah tak hanya sekadar bekerja. Namun, ia terus menyemai benih peradaban untk mewujudkan masyarakat Islam yg sebenar-benarnya. Wallahu a’lam.*)Benni Setiawan, Wakil Sekretaris Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah.
source : http://muhammadiyahstudies.blogspot.com, http://pinterest.com, http://instagram.com
0 Response to "Muhammadiyah dan Kabinet Kerja"
Post a Comment