This site uses cookies from Google to deliver its services, to personalize ads and to analyze traffic. Information about your use of this site is shared with Google. By using this site, you agree to its use of cookies. Learn More

[Diskusi] Feodal itu Menyebalkan

Sering kali, saat perlu ke lembaga tertentu untk liputan, aku temui orang-orang bergaya feodal. Mau bertemu / minta kontaknya saja rumit sekali.

Ada tiga cerita soal ini.

Cerita Pertama : Ketika perlu ke salah satu kementerian. Bertemu dgn ajudan. Kemudian ajudan meminta isi formulir janjian, menunggu sampai beberapa jam, itu saja belum tentu bisa bertemu pejabat terkait. "Maklum, bapak sibuk mbak." katanya.

Ketika minta kontaknya, ajudan tak mau beri. Alasannya soal privasi. Jika seseorang jadi pejabat publik, mestinya sudah menyiapkan diri punya beberapa nomer telpon. Ada yg public, ada yg privat.

Ujung-ujungnya, ajudan bilang, "Maaf mbak, mungkin besok bapak baru bisa ditemui."

Si pejabat keluar dari ruangannya. Lihat wartawan menunggu. Dia langsung nyapa, "ada apa?", sudah menunggu dari jam berapa?", "Mau tanya soal apa?", tak lama kemudian dia akan minta maaf karena tak bisa wawancara lama. Dia berikan kontaknya dan bilang, "SMS dan telpon aja mbak. Pasti saya jawab."

Ajudannya cuma bengong karena begitu mudah komunikasi sama bosnya.

Bahkan Dirjen tersebut ikut ucapkan selamat lebaran lebih dulu. Dengan sapaan "Mas Sahar" kepadaku. Mungkin dia lupa bahwa wartawan yg ada di daftar nama kontaknya itu perempuan. tapi setidaknya dia ingat untk mengirim SMS hari raya lebih dulu.

Yang ada di kepalaku adalah, apa ajudannya tak tahu kalau bosnya itu ramah sama wartawan? Apakah Ajudannya tak diberi instruksi bagaimana caranya berhubungan dgn wartawan? Atau gimana? Di jaman sekarang, menduduki jabatan tertentu dgn lagak sok birokratis tak akan membuat si pejabat jadi keren. Malah sebaliknya. Kalau kamu jadi asisten, penting untk tahu kebiasaan bosnya. Jangan bikin rumit sesuatu yg mestinya simpel.

Cerita Kedua :
Pengalaman jg urusan sama salah satu DPP Partai. Sebut saja partai Hitam. Awalnya aku telepon dulu ke DPPnya lewat nomer telpon kantor yg tercantum di website. Tak ada yg mengangkat. Berkali-kali hasilnya zonk.

Pas datang ke DPPnya, disambut oleh security yg bilang, "Kalau mau ke sini, telpon dulu mbak. Kalau belum ada janji, maaf sekali tak bisa bertemu dgn yg bersangkutan."

Aku bilang padanya bahwa aku sudah mencoba telepon kantornya tapi tak ada yg mengangkat. Dia melihat nomer telepon yg aku maksud dan ternyata itu memang benar-benar nomer telepon yg ada di depannya. "Tapi ada satu nomer lagi yg aktif mbak. Coba mbak hubungi nomer yg ni dulu. Besok bisa kembali ke sini lagi."

Aku bilang, berita tak bisa menunggu. Aku minta dia hubungkan saja ke Humas / jabatan yg relevan dgn pertanyaanku.

Dia jawab, "Tidak bisa mbak. Prosedurnya begitu. Mbak datang saja besok, dgn janji di telepon lebih dulu."

Aku minta dia catat nomer teleponku dan berikan ke Humas. Humas mestinya bisa lebih tahu bagaimana berhubungan dgn wartawan. Dia mau mencatat nomer teleponku sambil bilang bahwa sebaiknya aku datang lagi besok. Sesuai dgn prosedur yg tadi dia bilang.

Aku diminta menulis pertanyaan yg akan aku ajukan ke Narasumber. Baiklah. Aku mengalah. Aku tulis dgn syarat dia sampaikan nomer ponselku ke Humas dan minta Humas kontak aku.

Esoknya, Humas SMS ke ponselku. Minta maaf dan berikan kontak Narasumber yg aku butuhkan. Aku kontak Narasumbernya. Ternyata dia tak menguasai tema yg aku tanyakan. Dia berikan nomer kontak orang lain lagi sambil bilang, "Nanti tanya dia saja. Bilang, dpt kontaknya dari saya. Dia akan jawab semua pertanyaanmu karna itu jobdesk dia."

Baiklah. Aku berterimakasih. Setelahnya, aku kontak nomer tersebut lewat telepon, Tak diangkat. Aku coba SMS, tak ada jawaban, Aku Whatsapp, hanya dibaca.

Akhirnya aku kontak ulang ke DPPnya. Diberi prosedur yg sama. Kontak ulang Humas dan pejabat yg beri nomer pejabat partai lainnya. Kembali tak ditanggapi sama sekali. Wah, susah. Ya sudah. Mungkin mereka memang tak mau terbuka pd wartawan. Tak ada berita apapun dari Partai itu.

Partai Biru lain lagi ceritanya. Sekalipun sudah datang langsung ke DPPnya, Dapat kontaknya, tak ada satu pun yg mau bicara sekalipun jabatannya adlh Humas. Begitulah akhirnya. Tidak ada berita dari Partai itu. Bukan mauku. Bukan salahku.

Cerita Ketiga

Aku datang begitu saja ke DPP tanpa telepon. Langsung disambut petugas Parpol. Diarahkan ke penanggung jawab dan diberi kontak juga. Betapa mudahnya. Berita dibuat. Wawancara bisa dilakukan lewat telepon / di tempat yg dijanjikan. Semuanya senang. Sebut saja ni terjadi di partai Kuning dan Hijau.

Memangnya, bersikap feodal dan birokratis itu keren? Nggak lah yaw!!

source : http://merdeka.com, http://flickr.com, http://syaharbanu.blogspot.com

0 Response to "[Diskusi] Feodal itu Menyebalkan"

Post a Comment

Contact

Name

Email *

Message *